Badan keamanan tertinggi Iran dilaporkan tengah mempertimbangkan opsi drastis untuk menutup Selat Hormuz, jalur pelayaran strategis yang dilalui sekitar 20% pasokan Minyak dunia. Laporan ini disampaikan oleh Press TV, media Pemerintah Iran, menyusul meningkatnya ketegangan antara Teheran dan kekuatan Barat di kawasan Teluk. Langkah ini dipandang sebagai respons terhadap sanksi ekonomi yang makin ketat serta meningkatnya kehadiran militer AS di wilayah tersebut.
Selat Hormuz merupakan titik chokepoint penting dalam distribusi Minyak global, menghubungkan produsen Minyak utama di Teluk dengan Pasar Asia, Eropa, dan Amerika Serikat. Potensi penutupan selat ini langsung memicu kekhawatiran Pasar energi global akan terganggunya pasokan. Tekanan geopolitik yang meningkat ini membuat pelaku Pasar mulai mengambil posisi protektif, meningkatkan spekulasi atas gangguan distribusi Minyak dalam skala besar.
Sebagai dampaknya, harga Minyak mentah dunia mengalami lonjakan tajam. Brent Crude sempat menembus level $87 per barel, naik lebih dari 3% dalam sehari, sementara WTI (West Texas Intermediate) juga menguat ke atas $83 per barel. Para analis memperkirakan harga bisa melonjak lebih tinggi jika Iran benar-benar menutup Selat Hormuz, yang akan memicu lonjakan biaya logistik dan memperparah ketidakstabilan pasokan global di tengah kondisi Pasar yang sudah rapuh.
Selain mempengaruhi harga, situasi ini juga memperbesar ketidakpastian ekonomi global. Negara-negara importir Minyak seperti Jepang, Korea Selatan, dan negara-negara di Eropa diprediksi akan mengalami tekanan inflasi tambahan akibat potensi kenaikan biaya energi. Sementara itu, investor global kini semakin fokus pada perkembangan selanjutnya di Timur Tengah, dengan banyak yang memandang penutupan Hormuz sebagai “tipping point” yang bisa mengguncang Pasar komoditas dalam waktu dekat.
West Texas Intermediate crude rose 2.5% to $75.68 a barrel.(ayu)
Source: News Maker