Harga Minyak mentah dunia melonjak pada Senin pagi (23/6) setelah Amerika Serikat melancarkan serangan udara terhadap tiga fasilitas nuklir utama Iran selama akhir pekan. Serangan ini diumumkan langsung oleh Presiden AS Donald Trump, yang mengklaim bahwa target-target tersebut telah “dilenyapkan.” Lonjakan harga Minyak Brent sempat menembus angka $80 per barel untuk pertama kalinya sejak Januari 2025, mencerminkan kekhawatiran Pasar akan potensi gangguan pasokan Minyak dari kawasan Timur Tengah.
Pengamat Pasar Minyak memperingatkan bahwa meski Selat Hormuz jalur vital ekspor Minyak global—saat ini masih beroperasi, ketegangan yang terus meningkat dapat membawa risiko besar. Iran sebelumnya mengancam akan menutup selat tersebut sebagai respons atas serangan AS, yang bisa memicu lonjakan harga Minyak secara tajam. “Kondisinya belum stabil, dan jika Selat Hormuz benar-benar terganggu, dampaknya bisa langsung terasa pada pasokan global dan inflasi energi,” ujar salah satu analis energi di Singapura.
Meski harga Minyak sempat mundur dari puncaknya setelah kabar bahwa lalu lintas kapal tanker di Hormuz masih lancar, Pasar tetap waspada. Apa yang akan dilakukan Iran selanjutnya menjadi kunci utama arah harga Minyak dalam waktu dekat. Jika konflik meluas atau respons militer balasan terjadi, Pasar energi global kemungkinan besar akan kembali bergejolak. Saat berita ini di tulis Brent diperdagangkan $77 dan WTI $74. (ayu)
Sumber: newsmaker