Harga Minyak naik pada pagi ini setelah mengalami penurunan selama dua hari, menyusul pernyataan Presiden AS Donald Trump yang menyatakan keinginannya untuk menjaga aliran Minyak dari Iran. Pernyataan tersebut disampaikan setelah ia mengumumkan kesepakatan gencatan senjata antara Iran dan Israel, menyusul serangan udara AS terhadap fasilitas nuklir Iran. Dalam unggahan di Truth Social, Trump mengatakan bahwa China dapat terus membeli Minyak dari Iran dan ia berharap negara tersebut juga akan membeli “banyak” dari AS. Namun, seorang pejabat senior Gedung Putih kemudian memberi sinyal bahwa sanksi terhadap Iran tetap akan diberlakukan, menurut analis komoditas ING, Ewa Manthey dan Warren Patterson.
Minyak WTI (West Texas Intermediate) kini berada di atas $65 per barel, sementara Minyak Brent diperdagangkan di kisaran $68 pada pagi ini, setelah sempat anjlok 13% dalam dua hari terakhir. Selisih waktu Brent (time spread) melemah dari puncak $1,77 per barel dalam kondisi backwardation pada Kamis lalu menjadi sekitar $1 per barel pagi ini. Meski demikian, angka ini masih lebih tinggi dibandingkan lima bulan pertama tahun ini, di mana kisaran normalnya berada di $0,25–0,50 per barel.
Meskipun kekhawatiran mengenai pasokan dari Timur Tengah sementara mereda, potensi risikonya belum sepenuhnya hilang. Permintaan untuk pasokan Minyak jangka pendek tetap tinggi. Konflik di Timur Tengah sejauh ini belum berdampak signifikan terhadap aliran Minyak dari Teluk Persia. Sementara itu, ekspor Minyak Iran justru meningkat tajam. OPEC+ dijadwalkan menggelar konferensi video pada 6 Juli untuk mempertimbangkan kemungkinan penambahan pasokan pada bulan Agustus.
Di Amerika Serikat, American Petroleum Institute (API) melaporkan penurunan stok Minyak mentah sebesar 4,28 juta barel dalam sepekan terakhir, jauh di atas perkiraan penurunan sekitar 0,6 juta barel. Untuk produk olahan, persediaan bensin naik 0,8 juta barel, sedangkan stok distilat turun 1,03 juta barel.(yds)
Sumber: FXstreet